Dr. Ahmad Zain An Najah, MA*
قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Mereka menjawab: “Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” ( QS Al Baqarah : 32 )
Diantara pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas adalah :
Bahwa
semua ilmu yang dimiliki makhluq hidup di bumi dan di langit adalah
ajaran dari Allah swt, termasuk ilmu yang dimiliki oleh manusia. Dengan
demikian, kita katakan bahwa semua ilmu yang dimiliki oleh manusia
adalah Ilmu Laduni, yaitu ilmu yang berasal dari Allah swt . Timbul
suatu pertanyaan, apa sebenarnya hakikat ilmu laduni menurut pandangan
Islam ? apakah seperti yang sering di pahami orang-orang sufi selama ini
atau ada arti lain yang lebih benar.
Pengertian Ilmu Laduni
Menurut
Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu laduni dalam pengertian umum terbagi menjadi
dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat karena belajar (kasbiy).
Bagian pertama :
Bagian pertama ini, terbagi menjadi dua macam:
1. Ilmu Syar’iat,
yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan
kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri’), baik
yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat
Jibril. Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam
alaihissalam hingga nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa dari Nabi
Khidlir . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Khidhir:
فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا“
"Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65)
Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidlir alaihissalam berkata kepada Nabi Musa alaihissalam:
“Sesungguhnya
aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan
kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di
atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak
mengetahuinya juga.”
Ilmu syari’at ini sifatnya mutlak
kebenarannya, wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf sampai
datang ajal kematiannya.
2. Ilmu Ma’rifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau ru’ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang mukmin dan shalih.
Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan “ilmu laduni”
di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau
diamalkan manakala menyalahi ilmu syari’at yang sudah termaktub di dalam
mushaf Al-Qur’an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa
berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.
Bagian Kedua :
Adapun
bagian kedua yaitu ilmu Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya
melalui jalan kasb (usaha) seperti dari hasil membaca, menulis,
mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya.
Dari ketiga ilmu ini (syari’at, ma’rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari’at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari’at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam. [1]
Bagaimana Ilmu Laduni menurut orang-orang sufi ?
Ilmu Laduni menurut Sufi adalah sebagai berikut :
1/ “Ilmu laduni” atau kasyf
adalah ilmu yang khusus diberikan oleh Allah kepada para wali shufi.
Kelompok selain mereka, lebih-lebih ahli hadits, tidak bisa
mendapatkannya.
2/ “Ilmu laduni” atau ilmu hakikat lebih
utama daripada ilmu wahyu (syari’at). Mereka mendasarkan hal itu kepada
kisah Nabi Khidlir alaihissalam dengan anggapan bahwa ilmu Nabi Musa alaihissalam adalah ilmu wahyu sedangkan ilmu Nabi Khidhir alaihissalam adalah ilmu kasyf
(hakikat). Sampai-sampai Abu Yazid Al-Busthami (261 H.) mengatakan:
“Seorang yang alim itu bukanlah orang yang menghapal dari kitab, maka
jika ia lupa apa yang ia hapal ia menjadi bodoh, akan tetapi seorang
alim adalah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya di waktu kapan
saja ia suka tanpa hapalan dan tanpa belajar. Inilah ilmu Rabbany.”
3/ Ilmu syari’at (Al-Qur’an dan As-Sunnah) itu merupakan hijab (penghalang) bagi seorang hamba untuk bisa sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan ilmu laduni saja sudah cukup, tidak perlu lagi kepada ilmu
wahyu, sehingga mereka menulis banyak kitab dengan metode kasyf,
langsung didikte dan diajari langsung oleh Allah, yang wajib diyakini
kebenarannya. Seperti Abd. Karim Al-Jiliy mengarang kitab Al-Insanul Kamil fi Ma’rifatil Awakhir wal Awail. Dan Ibnu Arabi (638 H) menulis kitab Al-Futuhatul Makkiyyah.
Untuk
menafsirkan sebuah ayat atau untuk mengatakan derajat suatu hadits
tidak perlu melalui metode isnad (riwayat), namun cukup dengan kasyf
sehingga terkenal ungkapan di kalangan mereka”Hatiku memberitahu aku
dari Tuhanku.” Atau”Aku diberitahu oleh Tuhanku dari diri-Nya sendiri,
langsung tanpa perantara apapun.”
Sehingga, akibatnya banyak hadits palsu menurut ahli hadits, dishahihkan oleh ahli kasyf (tasawwuf) atau sebaliknya. Dari sini kita bisa mengetahui mengapa ahli hadits (sunnah) tidak pernah bertemu dengan ahli kasyf (tasawwuf). [2]
Salah
satu fenomena Ilmu Laduni yang terjadi dimasyarakat adalah apa yang di
alami oleh seorang kyai salah satu pendiri Pondok Pesantren di salah
satu kota di Jawa Timur .
Kyai yang mempunyai 150-an santri itu
mengaku bahwa dirinya mempunyai Ilmu Laduni . Dengan Ilmu Laduni yang
dimiliknya, sang kyai tersebut mengaku mampu mengajarkan seseorang untuk
menguasai berbagai bahasa dengan tanpa bantuan alat pun, baik video,
kaset bahasa asing, laboratorium bahasa, apalagi native speaker. Tetapi
cukup para muridnya menjalani beberapa ritual, seperti mandi dan membaca
beberapa do’a dan sebagainya. Seseorang yang ingin belajar dengan sang
kyai ini dipungut biaya Rp 1 juta. Atau Rp 350.000, tergantung pada
level yang ia masuki .Sang kyai tersebut mengaku mendapatkan ilmu laduni
itu dari Nabi Khidir AS melalui ritual tirakat (lelaku, bertapa).
Tirakat tersebut dimulainya sejak usia tujuh tahun. Dan biasanya
dilakukan di tepi laut sambil mencari ikan. Pada usia sekitar 12 tahun,
sang kyai tersebut mengaku bertemu dengan Nabi Khidir AS di tepi laut.
Dalam pertemuan itu, menurutnya bahwa wujud Nabi Khidir AS berupa
seorang manusia yang mengenakan pakaian seperti rakyat biasa. Kemudian
nabi Khidir mengangkatnya sebagai muridnya.. [3]
Bantahan Singkat Terhadap Kesesatan di atas :
1.
Kasyf atau ilham tidak hanya milik ahli tasawwuf. Setiap orang mukmin
yang shalih berpotensi untuk dimulyakan oleh Allah dengan ilham. Abu
Bakar radhiallahu anhu diilhami oleh Allah bahwa anak yang
sedang dikandung oleh isterinya (sebelum beliau wafat) adalah wanita.
Dan ternyata ilham beliau (menurut sebuah riwayat berdasarkan mimpi)
menjadi kenyataan. Ibnu Abdus Salam mengatakan bahwa ilham atau ilmu
Ilahi itu termasuk sebagian balasan amal shalih yang diberikan Allah di
dunia ini. Jadi tidak ada dalil pengkhususan dengan kelompok tertentu,
bahkan dalilnya bersifat umum, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam: ”Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui.” (Al-Iraqy berkata: HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari Anas radhiallahu anhu, hadits dhaif).
Ini sesuai juga dengan firman Allah swt dalam surat Al Baqarah : 282
وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ
“ dan bertaqwalah kamu kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarimu”
Firman Allah di dalam surat Al Hijr : 75
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّلْمُتَوَسِّمِينَ
“ Dan sesungguhnya pada peristiwa tersebut ( hancurnya kaum Luth ) merupakan tanda bagi orang- orang yang mempunyai firasat “
Perlu
di garis bawahi disini, bahwa orang yang punya kelebihan tersebut tidak
akan mengaku- ngaku atau mengumumkan ilmu yang ia miliki di depan umum,
apalagi sengaja untuk dikomersialkan demi mencari kekayaan dunia.
Sungguh hal ini tidak sesuai dengan ruh ajaran Islam yang mengajarkan
uamtnya untuk tidak riya’, apalagi menggunakan agama sebagai kendaran
untuk mencari dunia. [4]
2.Nabi khidir – menurut sebagian para
ulama- diutus kepada kaum tertentu, sebagaimana nabi Musa as hanya
diutus kepada bani Israil. Dan suatu hal yang sangat wajar sekali,
apabila di satu zaman ada dua nabi atau lebih. Buktinya ?
Dalam surat Yasin ayat 13-14,Allah berfirman :
وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلاً أَصْحَابَ
الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءهَا الْمُرْسَلُونَ إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ
اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا
إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ
“ Berikan ( wahai Muhammad )
kepada mereka sebuah permitsalan para penduduk suatu negri , ketika
datang kepada mereka para utusan Allah . Ketika Kami utus kepada mereka 2
orang rosul, maka mereka mendustakan keduanya, maka Kami perkuat dengan
rosul yang ketiga, mereka berkata ; “ Sesungguhnya kami adalah utusan
Allah kepada kamu sekalian “
Contoh yang lain adalah nabi
Ibrohim, Ismail, Ishaq dan nabi Luth mereka hidup dalam satu zaman,
begitu juga nabi Daud dan Sulaiman, nabi Ya’qub dan Yusuf , nabi Musa ,
Harun dan Syu’aib, dan terakhir nabi Zakaria, Isa dan Yahya.
3.
Nabi Khidir as juga bukan pengikut nabi Musa as dan tidak diperintahkan
untuk mengikutinya , sehingga boleh-boleh saja bagi nabi Khidir berbuat
tidak seperti apa yang diajarkan nabi Musa as, karena setiap nabi
mempunyai manhaj dan syareah yang berbeda-beda. Kemudian setelah itu
datang seseorang mengaku sebagai wali Allah dan mempunyai ilmu laduni ,
sehingga membolehkan dirinya keluar – atau tidak mengikuti syareah yang
di bawa nabi Muhammad saw. Na’udzibillahi mindzalik
Jangankan dia….yang namanya nabi Isa as saja, nantinya kalau turun ke
bumi lagi untuk membunuh Dajjal, akan ikut dan patuh dengan syareat nabi
Muhammad saw.[5]
4.Adapun pernyataan Abu Yazid, maka itu adalah suatu kesalahan yang nyata karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam hanya mewariskan ilmu syari’at
(ilmu wahyu), Al-Qur’an dan As-Sunnah. Nabi mengatakan bahwa para ulama
yang memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itulah pewarisnya, sedangkan
anggapan ada orang selain Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam yang mengambil ilmu langsung dari Allah kapan saja ia suka, maka ini adalah khurafat sufiyyah. 5.Anggapan bahwa ilmu syari’at
itu hijab adalah sebuah kekufuran, sebuah tipu daya syetan untuk
merusak Islam. Karena itu, tasawwuf adalah gudangnya kegelapan dan
kesesatan. Sungguh sebuah sukses besar bagi iblis dalam memalingkan
mereka dari cahaya Islam.
6.Anggapan bahwa dengan “ilmu laduni”
sudah cukup adalah kebodohan dan kekufuran. Seluruh ulama Ahlussunnah
termasuk Syekh Abdul Qodir Al-Jailani mengatakan: “Setiap hakikat yang
tidak disaksikan (disahkan) oleh syari’at adalah zindiq (sesat).” [6]
7.
Seseorang yang mengaku mendapatkan Ilmu Laduni, sebagaimana yang di
dapat oleh Nabi Khidir as, sama saja ia mengaku mendapatkan wahyu dari
langit, karena yang didapat nabi Khidir adalah wahyu. Seseorang bisa
mengetahui ilmu ghoib dengan perantara Jin atau Syetan , karena Jin dan
Syetan sering mencuri pendengaran tentang hal-hal ghoib dari langit.
Sebagaimana firman Allah didalam surat Al Hijr : 17-18,
وَحَفِظْنَاهَا مِن كُلِّ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ إِلاَّ مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُّبِينٌ“
Dan Kami jaga langit2 tersebut
dari syetan yang terlaknat, kecuali mereka yang mencuri pendengaran (
dari hal2 yang ghoib ) , maka dia akan dikejar oleh batu api yang nyata “
Ayat – ayat senada juga bisa dilihat di dalam surat As Shoffat :10 dan Surat Jin : 9.
8.
Seseorang yang mengaku mempunyai ilmu laduni dengan perantara ilmu-ilmu
kanuragan ( ilmu kesaktian ) yang ia dapatkan dengan latihan-latihan
tertentu, seperti bertapa di tengah sungai selama 40 hari 40 malam, atau
puasa selama 40 hari berturut-turut, atau dengan hanya makan nasi putih
saja tanpa lauk dalam jangka waktu tertentu atau dengan cara-cara lain
yang sering dikerjakan sebagian orang. Maka kita akan tanyakan
kepadanya, apakah cara-cara seperti itu pernah diajarkan oleh Rosulullah
saw dan para sahabatnya atau tidak ? kalau jawabannya tidak, berarti
dia mendapatkan ilmu tersebut dengan meminta bantuan dari jin dan
syetan.Sebagaimana seseorang bisa menjadi kaya mendadak dengan meminta
bantuan Jin dan Syetan. Perbuatan seperti ini dilarang oleh Islam,
sebagaimana firman Allah didalam surat Jin : 6
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“ Dan sesungguhnya ada diantara
manusia yang meminta perlindungan dari segolongan Jin , maka segolongan
Jin itu hanya aka menambah kepada mereka kesusahan. “
Kita
dapati banyak orang pada zaman sekarang yang memelihara Jin untuk
memperoleh kekayaan dengan cepat, tetapi yang mereka dapatkan hanyalah
kesusahan. Mereka akhirnya mati secara mengenaskan karena menjadi “
tumbal” Jin yang ia pelihara … Sungguh Maha Benar Allah dengan segala
firmanNya. [7]
[1] Lihat Abu Hamzah As-Sanuwi,
Ilmu Laduni, Antara Hakikat dan Khurafat (http://van.9f.com/ilmu_laduni.htm)
[2] Lihat Abu Hamzah As-Sanuwi,
Ilmu Laduni, Antara Hakikat dan Khurafat (http://van.9f.com/ilmu_laduni.htm)
[3] Lihat Gatra Senin 4 April 20052. Lihat Ahmad Zain An Najah, Ilmu Laduni, dalam www.al-ukhuwah.com atau www.swaramuslim.net.
[4]
[5] Lihat Ahmad Zain An Najah, Ilmu Laduni, dalam www.al-ukhuwah.com atau www.swaramuslim.net.
[6] Lihat Abu Hamzah As-Sanuwi,
Ilmu Laduni, Antara Hakikat dan Khurafat (http://van.9f.com/ilmu_laduni.htm)
[7]
Lihat Ahmad Zain An Najah, Ilmu Laduni, dalam www.al-ukhuwah.com atau
www.swaramuslim.net. Lihat juga Ilmu Laduni, karya Imam Ghozali,
penerbit : Al Hikmah