Ayo Peduli Musik dan Tari Tradisional!
Oleh sekelompok muda-mudi kepedulian dan kecintaan itu dituangkan dalam produksi tari asli Indonesia.
Pada awalnya semua di bumi diciptakan serba indahManusia saling tolong, sesama makhluk hidup tidak ada untung dan rugi
Alam raya seimbang, kehidupan tenteram
Petikan tembang itu didendangkan dengan iringan kendang, tetabuhan, seruling, membuka pagelaran tari bertajuk "Benang Merah", Jumat (16/8) malam.
Pagelaran persembahan Kultura Indonesia Star Society tersebut digelar di gedung pertunjukan dalam kompleks Gelanggang Remaja Bulungan-Jakarta Selatan, sebagai bentuk kecintaan, apresiasi, dan pelestarian terhadap budaya bangsa.
Rasa memiliki dan tekad yang kuat membuat berbagai kendala tidaklah hal yang dapat menghalangi keinginan para anak muda ini untuk menjaga dan melestarikan budaya Indonesia. "Budaya adalah satu aset yang tidak ternilai. Sebuah tradisi budaya itu bukan hanya sekadar warisan dari nenek moyang kita, tapi juga identitas dan jati diri bangsa yang tidak dimiliki bangsa lainnya," kata sang penata musik, Rizki Aidul Akbar.
Pagelaran tari tradisional merangkum filosofi magis tari-tarian tradisional dari ragam daerah seluruh Indonesia— mulai dari tari asal Betawi, Sumatra Barat, Riau, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Papua. Saya paling terkesima ketika menyaksikan Tari Pakarena dari Sulsel.
Tujuh penari perempuan di atas panggung, membentuk formasi rapi dalam balutan kostum berwarna gradasi merah. Ekspresi kelembutan dalam tarian ini begitu memukau, mewakili karakteristik kelembutan dan kesantunan para wanita Gowa. Juga Tari Zapin dari Riau, yang kental dipengaruhi budaya Arab yang dibawa para pedangang pada abad ke-16.
"Benang Merah adalah suatu pementasan bersahaja yang dimulai dan dilaksanakan atas semangat generasi muda untuk memiliki kepedulian lebih dalam melestarikan budaya sendiri. Walaupun bersahaja, pertunjukan ini dikemas semi-kontemporer dalam visual yang kolosal," papar Produser Benang Merah, Agnes Christina.
Menurut Agnes, pentas Benang Merah sekaligus merupakan momentum perayaan Hari Kemerdekaan RI. Serta sebagai bagian dari penggalangan dana untuk misi budaya. Berikutnya pertunjukan ini akan tampil di Turki pada 23 Agustus mendatang.
"Tarian tradisional tidak pernah membosankan, tapi publik yang sudah kebarat-baratan sering tidak dapat menghargai filosofi yang mendasari tarian tradisional, lantas menghakiminya sebagai ketinggalan zaman," ungkapnya lagi. Ia menambahkan, filosofi dari suatu tarian tidak akan pernah berubah; akan tetapi visualisasi dari tarian itu akan selalu berkembang.
Sayang selama pertunjukan itu berlangsung, saya tak bisa menyimak keutuhan dengan baik karena penonton malah cenderung kasak-kusuk atau membuat macam-macam keributan. Alhasil, situasi agak bising. Bahkan tidak sedikit yang bersuit di tiap-tiap akhir segmen tarian. Dan beberapa juga memotret dengan flash hingga menggangu pencahayaan.
0 komentar:
Posting Komentar
NB: Tulis saran,dan kritik mohon tidak menuliskan hal-hal yang mengandung unsur SARA, kata - kata yang provokativ (Flamming) maupun menjurus Pornografi, SPAMMING maupun Promosi dan supaya lebih bagus??????