Pencarian Makam Anak-anak Raffles di Bengkulu
Dalam kemalangan, empat dari lima anak Thomas Stamford Raffles tewas akibat pagebluk di Bengkulu. Apakah kita masih menjumpai makamnya?

British East India Company (EIC) membangun pusat perdagangan lada dan garnisun di Bengkulu pada 1685. Kemudian, diakuisisi oleh Belanda sejak Traktat Inggris-Belanda pada Maret 1824. Ibarat tukar guling, Belanda mendapatkan Bengkulu, sedangkan Inggris mendapatkan Singapura. Seorang teman pernah berseloroh meratapi peristiwa yang terjadi hampir 190 tahun silam itu, “Andai perjanjian itu tidak pernah ada, mungkin Singapura bakal milik kita.”
Permakaman Inggris merupakan tinggalan sejarah yang mengingatkan kita tentang peradaban yang dibangun East India Company di Bengkulu. Tatkala awal kolonisasi, ratusan tentara meninggal karena kolera, malaria, disentri, dan juga korban perang—tak jauh berbeda dengan keadaan derita tentara VOC di Batavia. Ketimbang India, yang lebih dahulu menjadi jajahan Inggris, kondisi kehidupan masyarakat di Bengkulu jauh sangat miskin.
Mungkin tampangnya kecut tatkala mendapati kota yang terisolasi dari pelayaran ramai itu hanya punya satu komoditi perdagangan: lada. Jasanya bagi rakyat Bengkulu adalah menghapuskan sistem perbudakan dan membatasi permainan sabung ayam.
Raffles dan istri keduanya, Sophia Hull, beserta kelima anak mereka mengalami dera kehidupan yang suram di Bengkulu. Buruknya sanitasi menyebabkan anak-anak yang malang itu berusia tak lebih dari empat tahun.
Leopold Stamford (Penang, 12 Maret 1819 – Bengkulu 4 Juli 1821), anak kedua mereka, tewas karena wabah kolera. Beberapa bulan kemudian disusul anak ketiga mereka Stamford Marsden (Bengkulu, 25 May 1820 – Bengkulu, 3 Januari 1822) yang tewas karena radang usus.
Sebelas hari kemudian anak pertama mereka tewas karena penyakit yang sama, Charlotte (lahir saat berlayar ke Bengkulu, 15 Februari 1818 – Bengkulu,14 Januari 1822). Sedikit kisah tentang Charlotte, seorang pria bangsawan Jawa menamainya dengan “Tunjung Segara”, tampaknya karena gadis ini lahir di kapal saat pelayaran dari Inggris ke Bengkulu.
Gadis ini cukup cerdas, pada usia tiga tahun sudah lancar berbicara dalam bahasa Melayu, bahasa India, dan tentu saja bahasa Inggris. Sekitar sepuluh bulan kemudian anak kelima Flora Nightingall (Bengkulu, 19 September 1823 – Bengkulu 28 November 1823) turut mengikuti jejak kakak-kakaknya.
Hanya enak keempat Ella Sophia (Bengkulu, 27 Mei 1821 – Inggris, 5 Mei 1840) yang berhasil melewati saat-saat genting dalam hidupnya. Dia turut pindah ke Singapura bersama kedua orang tuanya setelah Traktat Inggris-Belanda pada 1824.
Empat buah hati Raffles dan Sophia dikuburkan di Kompleks Permakaman Inggris. Lokasinya tak sampai satu kilometer di timur Benteng Marlborough, Jalan Veteran, Jitra, Bengkulu.
Nisan tertua berasal dari tahun 1775 atas nama Stokeham Donston Esquire, dan yang termuda berasal dari tahun 1858, Miss Frances Maclane.
Sayang sekali, saya mengamati banyak prasasti makam yang dicuri. Sebagian nisan yang tertinggal rusak karena alam dan ulah manusia, sebagian makam lain hilang tercampakkan. Nisan keempat anak Raffles pun amblas—apakah termasuk dalam makam-makam yang dicuri prasasti penandanya atau telah digusur? Entahlah.
Bahkan di tengah permakaman telah berdiri sebuah rumah dengan batu-batu nisan sebagai tempat bertengger aneka jemuran—pakaian dalam. Tampaknya warisan ini akan binasa kurang dari satu dekade lagi apabila semua pihak tak memberikan perhatian dan usaha pelestarian tentang situs bersejarah ini.
Pada masa penjajahan Belanda, tempat makam warga Inggris ini berlanjut sebagai permakaman Belanda. Hingga hari ini, luas permakaman tersebut menyusut menjadi setengahnya. Berbeda dengan nisan warga Belanda, nisan warga Inggris biasanya bersimbol bunga berkelopak lima. Apa artinya?
Tudor merupakan keturunan wangsa Richmond dan wangsa Lancester. Sebagai pemulih perdamaian, Henry Tudor ditahbiskan sebagai Raja Henry VII. Sejak saat itu Mawar Tudor diadopsi sebagai simbol heraldik tradisional Inggris.
0 komentar:
Posting Komentar
NB: Tulis saran,dan kritik mohon tidak menuliskan hal-hal yang mengandung unsur SARA, kata - kata yang provokativ (Flamming) maupun menjurus Pornografi, SPAMMING maupun Promosi dan supaya lebih bagus??????