Penjelasan | Yang
kami maksud dengan istilah ini adalah perangkat perintah dan aturan
sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat.
Lembaga-lembaga sosial disusun sedemikian rupa untuk mengarahkan
individu-individu sehingga mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan
ini dan mengontrol serta mengawasi penampilan ini. Berlakunya
aturan-aturan ini membentuk lingkungan di mana para individu melakukan
kegiatan ekonomik mereka. Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada
kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan
Tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan
tujuan akhir manusia. Di sini hanya akan meneliti beberapa aturan
"permainan" ekonomi Islam itu tanpa mendalami berbagai implikasi yang
timbul daripadanya, karena (hal itu) berada di luar cakupan uraian ini.
- Alam
semesta, termasuk manusia, adalah milik Allah, yang memiliki
kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan sempurna atas
makhluk-makhluk-Nya. Manusia, tanpa diragukan, merupakan tatanan makhluk
tertinggi diantara makhluk-makhluk yang telah dicipta-Nya, dan segala
sesuatu yang ada di muka bumi dan di langit ditempatkan di bawah
perintah manusia. Dia diberi hak untuk memanfaatkan semuanya ini sebagai
khalîfah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan (khilâfah)
ini dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya
sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah ini.
- Allah
telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia
sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak
individu-individu lainnya. Dia telah menetapkan kewajiban-kewajiban
tertentu terhadap manusia; penampilan (perilaku) mereka yang ditetapkan
dalam Hukum Allah (Syari'ah) harus diawasi oleh masyarakat
secara keseluruhan, berdasarkan aturan Islam hak-hak yang diterima oleh
manusia dari Allah dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan sosial
merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap umat Muslim.
- Semua
manusia tergantung pada Allah. Semakin ketat ketergantungan manusia
kepada Allah maka dia semakin dicintai-Nya. Setiap orang secara pribadi
bertanggung jawab atas pengembangan masyarakat dan atas lenyapnya
kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi; individu ini pada akhirnya
bertanggung jawab atas setiap kegagalan usaha masyarakat dalam
bekerjasama dan melakukan kerja kolektif .
- Status khalîfah
atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi semua manusia; tidak
ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan
dengan tugas kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti bahwa umat
manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam
kesempatannya, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu
sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu dicipta (oleh Allah)
dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif
diperintah untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memanfaatkan
keterampilan mereka masing-masing. Namun demikian ini tidak berarti
(bahwa Islam) memberikan superioritas (kelebihan) kepada majikan
terhadap pekerjanya dalam kaitannya dengan harga dirinya sebagai manusia
atau dengan statusnya dalam hukum. Hanya kadang-kadang saja bahwa pada
saat tertentu seseorang menjadi majikan dan (pada saat lain) menjadi
pekerja. Pada saat lain situasinya bisa berbalik dan mantan majikan bisa
menjadi majikan, dan sebagainya; dan hal serupa juga bisa diterapkan
terhadap budak dan majikan.
- Individu-individu
memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Tidak ada
pembedaan bisa diterapkan atau dituntut berdasarkan warna kulit, ras,
kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan
kewajiban-kewajiban ekonomik setiap individu disesuaikan dengan
kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif
masing-masing dalam struktur sosial. Berdasarkan hal inilah beberapa
perbedaan muncul antara orang-orang dewasa, di satu pihak, dan orang
jompo atau remaja, di pihak lain, atau antara laki-laki dan perempuan.
Kapan saja ada perbedaan-perbedaan seperti ini, maka hak-hak dan
kewajiban-kewajiban mereka harus diatur sedemikian rupa sehingga
tercipta keseimbangan.
Islam tidak mengakui adanya kelas-kelas
sosio-ekonomik sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip
persamaan maupun dengan prinsip persaudaraan (ukhuwwah).
Kekuatan ekonomik dibedakan dengan kekuatan sosio-politik, antara lain,
karena adanya fakta bahwa tujuan-tujuan besar dan banyak rinciannya
ditekankan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dan karena dilestarikannya
metode-metode yang digunakan oleh umat Muslim untuk menetapkan hukum
mengenai hal-hal rinci yang tidak ditentukan sebelumnya.
- Dalam
Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai
kejahatan. Dalam kepustakaan Islam modern orang bisa menemukan banyak
uraian rinci mengenai hal ini. Al-Qur'an mengemukakan kepada Nabi dengan
mengatakan: "... dan katakanlah (Muhammad kepada umat Muslim):
Bekerjalah." Nabi juga diriwayatkan telah melarang pengemisan kecuali
dalam keadaan kelaparan. Ibadat yang paling baik adalah bekerja, dan
pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus kewajiban.
Kewajiban masyarakat dan badan yang mewakilinya adalah menyediakan
kesempatan-kesempatan kerja kepada para individu. Buruh yang bekerja
secara manual dipuji dan Nabi SAW diriwayatkan pernah mencium tangan
orang yang bekerja itu. Monastisisme dan asketisisme dilarang; Nabi SAW
diriwayatkan pernah bersabda bahwa orang-orang yang menyediakan makanan
dan keperluan-keperluan lain untuk dirinya (dan keluarganya) lebih baik
daripada orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadat tanpa mencoba
berusaha mendapatkan penghasilan untuk menghidupinya sendiri. Sebagai
konsekuensinya, menjadi imam shalat dan berkhutbah dalam Islam merupakan
pekerjaan sukarela yang tidak perlu dibayar. Nabi SAW pernah memohon
kepada Allah SWT untuk berlindung diri agar beliau, antara lain, tidak
terjangkit penyakit lemah dan malas.
- Kehidupan
adalah proses dinamik menuju peningkatan. Ajaran-ajaran Islam memandang
kehidupan manusia di dunia ini sebagai pacuan dengan waktu. Umur
manusia sangat terbatas dan banyak sekali peningkatan yang harus dicapai
dalam rentang waktu yang sangat terbatas ini. Kebaikan dan kesempurnaan
sendiri merupakan tujuan-tujuan dalam proses ini. Nabi SAW diceritakan
pernah menyuruh seorang penggali liang kubur untuk memperbaiki lubang
yang dangkal di suatu kuburan meskipun hanya permukaannya saja. Beliau
menetapkan aturan bahwa "Allah menyukai orang yang, bila dia melakukan
sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik."
- Jangan
membikin madarat (kesulitan) dan jangan ada madarat" adalah frasa yang
senantiasa diucapkan oleh Nabi SAW. Frasa ini berarti "madarat yang
direncanakan secara sadar dan dilakukan oleh seseorang untuk menyakiti,
dan juga yang dilakukan sekedar untuk melukai. Fakta mengenai madarat
yang menyakitkan seseorang perlu mendapatkan perhatian, baik yang
disengaja oleh pelakunya untuk maksud tersebut maupun yang tidak
dimaksudkan untuk tujuan tersebut. Madarat harus dilenyapkan tanpa
mempertimbangkan niat yang melatarbelakanginya. Namun kita harus cukup
realistik dalam mengamati bahwa menghilangkan "madarat" sama sekali dari
kehidupan manusia adalah tidak mungkin. Madarat itu sendiri selalu
tidak diharapkan. Namun bila hal itu merupakan syarat yang tidak dapat
dielakkan adanya, maka ia bisa dibenarkan."
- Suatu
kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan. Pelaksanaan
kebaikan ini diawasi oleh lembaga-lembaga sosial yang pada akhirnya
mewajibkannya dengan kekuatan hukum. Menurut Islam tidak cukup bila
hanya mempercayakan kepada niat baik seseorang untuk melakukan,
katakanlah, perbuatan-perbuatan santun (memberikan sadaqah).
Sebaliknya, sebagian besar dari apa yang disebut santunan sukarela dalam
masyarakat non-Muslim harus didukung oleh hukum dalam masyarakat
Muslim. Setiap Muslim dihimbau oleh sistem etika (akhlak) Islam untuk
bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal salih. Mematuhi
ajaran-ajaran Islam dalam semua aspeknya, oleh Islam dianggap sebagai
sarana untuk mendapatkan ridla Allah.
Ada
beberapa prinsip yang melandasi fungsi-fungsi pasar dalam masyarakat
Muslim. Semua harga, baik yang terkait dengan faktor-faktor produksi
maupun produknya sendiri bersumber pada mekanisme ini, dan karena itu
diakui sebagai harga-harga yang adil atau wajar. Barangkali hal ini
tidak sejalan dengan konsep "harga yang adil" menurut Siddîqî yang
didasarkan atas ongkos produksi. Karena itu dalam kajian ini lebih baik
digunakan istilah "harga yang sesuai," bukan "harga yang adil." Sebagai
konsekuensinya, istilah yang kami gunakan ini lebih sesuai dengan
berbagai tradisi dalam Hukum (Fiqh) Islam dan dapat mengekspresikan isi
konseptual istilah tersebut secara lebih memuaskan. Pembahasan rinci
mengenai "teori harga yang sesuai" dapat dibaca dalam, "The Economic Views of Ibn Taimiyyah."
Komentar
yang kedua mengenai analisis terdahulu ialah bahwa mekanisme pasar
dalam masyarakat Muslim tidak boleh dianggap sebagai struktur atomistik.
Memang Islam tidak menghendaki adanya koalisi antara para penawar dan
peminta, tetapi ia tidak mengesampingkan kemungkinan adanya akumulasi
atau konsentrasi produksi selama tidak ada cara-cara yang tidak jujur
digunakan dalam proses tersebut, dan kedua hal tersebut tidak melanggar
prinsip-prinsip kebebasan dan kerjasama. Namun dalam prakteknya, adanya
akumulasi dan atau konsentrasi harta itu bisa mengundang campur tangan
pemerintah. Campur tangan ini bisa berbentuk pengambilalihan produksi
yang dimonopoli (oleh perorangan atau perusahaan tertentu) atau
pengawasan dan penetapan harga oleh pemerintah.
Yang
ketiga dan terakhir adalah mengenai teori nilai. Dalam ekonomi Islam
tidak ada sama sekali pemisahan antara manfaat normatif suatu mata
dagangan dan nilai ekonomiknya. Dengan perkataan lain, semua yang
dilarang digunakan tidak memiliki nilai ekonomik. Tentu saja karena
minuman keras tidak bernilai sama sekali dalam masyarakat Muslim, maka
semua penawaran yang ada harus dianggap tidak ada dan setiap usaha untuk
memproduksi dan mendistribusikannya sama sekali dianggap sebagai
pemborosan dalam pengertian ekonomik. |
0 komentar:
Posting Komentar
NB: Tulis saran,dan kritik mohon tidak menuliskan hal-hal yang mengandung unsur SARA, kata - kata yang provokativ (Flamming) maupun menjurus Pornografi, SPAMMING maupun Promosi dan supaya lebih bagus??????